taruhan online – judi online – freebet
Uang adalah alat tukar yang dimiliki oleh setiap negara di dunia. Pernahkah terbayang, satu lembar uang kertas memiliki nilai 100.000.000.000.000 atau 100 triliun. Pecahan mata uang ini pernah beredar di Negara Zimbabwe.Pemerintah Zimbabwe memutuskan untuk mengedarkan uang pecahan tersebut pada tahun 2008 lantaran hiperinflasi yang terjadi di negaranya dalam kurun waktu satu dekade terakhir. Hiperinflasi yang terjadi menghancurkan nilai tukar dolar Zimbabwe.
Namun tingginya angka yang tertera di pecahan mata uang tersebut, menjadi incaran para kolektor, salah satunya, Puji Harsono. Kolektor uang asal Bandung ini memiliki koleksi uang pecahan 100 triliun dolar tersebut.
Menurut Puji meski nilai yang tertera dalam pecahan mata uang tersebut terbilang sangat tinggi, uang dengan nominal itu tidak bernilai apa-apa. Sebab uang senilai 100 triliun itu dicetak pemerintah Zimbabwe saat kurs mata uang negara tersebut anjlok.
"Tapi akhirnya turun karena hiperinflasi di sana. Kalau dirupiahkan hanya bernilai Rp Rp 4.000-4.500. Buat beli kopi aja ga cukup. ujar Puji kepada Merdeka.com, Senin (9/11).
Satu tahun sejak diedarkan, uang tersebut kembali ditarik dari peredaran oleh pemerintah Zimbabwe. Pemerintah setempat membuat kebijakan baru dengan menghilangkan 12 angka nol dari mata uang tersebut. Belakangan pemerintah setempat mulai menarik pecahan mata uang ini untuk kemudian diganti dengan pecahan mata uang baru. 1 trilun dollar Zimbabwe sama dengan 1 dolar Zimbabwe yang baru," katanya.
Puji mengaku mendapatkan koleksi tersebut dari sebuah acara lelang yang digelar di Hongkong pada tahun 2009. Selain pecahan mata uang nominal 100 triliun dollar Zimbabwe, Ia juga memiliki pecahan uang kertas dengan nominal 10 triliun, 20 triliun, dan 50 triliun dollar Zimbabwe. Dulu beli satu gepok. Kalau dirupiahkan harga satu lembarnya hanya Rp 15 ribu, pria yang juga Wakil Ketua Asosiasi Numismatika Indonesia (ANI) Jabar ini.
Menurut Puji koleksi uang tersebut saat ini justru sedang banyak diburu oleh para kolektor. Sebab keberadaanya mulai langka. Sekarang banyak yang cari justru. Dulu per lembar harganya hanya Rp 15 ribu sekarang bisa Rp 200 ribu, ungkapnya.
No comments:
Post a Comment